Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan menjadi pemilu pertama di Indonesia yang menggunakan sistem noken atau ikat di beberapa wilayah di Papua. Sistem ini merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai adat, tradisi, budaya, dan kearifan lokal masyarakat Papua, khususnya yang berada di daerah pegunungan. Namun, sistem ini juga menimbulkan berbagai kontroversi dan tantangan, baik dari segi teknis maupun politis. Artikel ini akan menjelaskan apa itu sistem noken, bagaimana pelaksanaannya, dan mengapa sistem ini dipilih untuk pemilu 2024.
Apa itu Sistem Noken?
Noken adalah tas tradisional yang terbuat dari anyaman serat kulit kayu, yang biasa dibawa oleh orang-orang Papua dengan menempatkannya di kepala. Noken memiliki berbagai fungsi, seperti untuk membawa barang, menyimpan makanan, atau sebagai simbol status sosial.
Dalam konteks pemilu, noken digunakan sebagai pengganti kotak suara, yang berisi surat suara dari sekelompok masyarakat adat yang telah sepakat untuk memilih calon atau partai tertentu. Sistem ini disebut juga sebagai sistem aklamasi, karena tidak ada pencoblosan secara individu, melainkan berdasarkan kesepakatan bersama.
Sistem noken sudah berlangsung sejak Pemilihan Umum 1999, dan terus dipertahankan hingga Pemilihan Umum 2019. Sistem ini dianggap sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Papua, yang memiliki karakteristik dan kearifan tersendiri.
Bagaimana Pelaksanaan Sistem Noken?
Pelaksanaan sistem noken diatur dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum. Berikut adalah beberapa ketentuan yang harus dipenuhi:
- Sistem noken hanya dapat diterapkan di wilayah-wilayah yang telah ditetapkan oleh KPU, berdasarkan usulan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, dengan mempertimbangkan faktor geografis, demografis, sosial, budaya, dan politik.
- Sistem noken hanya dapat diterapkan untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
- Sistem noken dilakukan dengan cara menggantungkan noken yang berisi surat suara di tempat yang telah ditentukan, dengan pengawasan dari petugas KPPS, saksi, dan pengawas pemilu.
- Sistem noken dilakukan dengan menghormati nilai adat, tradisi, budaya, dan kearifan lokal masyarakat setempat, dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda.
- Sistem noken dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
- Sistem noken dilakukan dengan mengutamakan partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keamanan.
Mengapa Sistem Noken Dipilih untuk Pemilu 2024?
Sistem noken dipilih untuk pemilu 2024 karena dianggap memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
- Sistem noken dapat meningkatkan partisipasi pemilih, khususnya di daerah-daerah yang sulit dijangkau, seperti di pegunungan atau pedalaman.
- Sistem noken dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga, karena tidak memerlukan banyak logistik, seperti kotak suara, bilik suara, tinta, atau kertas suara.
- Sistem noken dapat mengurangi potensi kecurangan, karena surat suara tidak mudah hilang, rusak, atau dicuri.
- Sistem noken dapat memperkuat solidaritas dan konsensus masyarakat adat, karena didasarkan pada musyawarah dan mufakat.
Namun, sistem noken juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
- Sistem noken dapat mengancam hak asasi manusia, khususnya hak untuk memilih dan dipilih secara bebas dan rahasia.
- Sistem noken dapat menimbulkan konflik, khususnya jika ada perbedaan pilihan antara kelompok-kelompok masyarakat adat, atau antara masyarakat adat dan pihak-pihak lain.
- Sistem noken dapat dimanfaatkan oleh para elit politik, khususnya dengan cara menyuap atau mengintimidasi tokoh-tokoh adat, untuk mempengaruhi hasil pemilu.
- Sistem noken dapat menyulitkan pengawasan dan penghitungan suara, karena tidak ada mekanisme yang jelas dan standar yang seragam.
Kesimpulan
Sistem noken pemilu 2024 adalah sistem pemungutan suara yang menggunakan noken sebagai pengganti kotak suara, yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat adat di Papua, berdasarkan kesepakatan bersama atau aklamasi. Sistem ini merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai adat, tradisi, budaya, dan kearifan lokal masyarakat Papua, khususnya yang berada di daerah pegunungan. Sistem ini memiliki kelebihan dan kelemahan, yang harus dipertimbangkan secara cermat oleh semua pihak yang terlibat dalam pemilu 2024.